Pelecehan Seksual dan Sisa Peradaban Kaum Jahiliyah
![]() |
| Credit gambar: https://lokadata.id/artikel/jalan-terjal-penyintas-kekerasan-seksual-di-kampus-biru |
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dosen di UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, yang merupakan Perguruan Tinggi berbasis Islam,
menambah daftar panjang kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan tinggi di
Indonesia. Kasus pelecehan seksual memang seperti gunung es, nampak kecil di
permukaan namun dasarnya yang besar dan tak terlihat, bukan menandakan
kasus-kasus demikian tidak ada dan tidak terjadi, tetapi ada dan senyap.
Terbukti, setelah kasus Agni terkuak, Alma dan Ratih (ketiga nama
bukan nama sebenarnya) memberanikan diri untuk berbicara dan mengungkapkan apa
yang sudah mereka alami. Ya, mereka berdua mengalami kasus yang kurang lebih
sama dengan kasus Agni. Bedanya, Agni korban pelecehan seksual yang mecari
keadilan dan kemudian tidak mendapatkannya dari lembaga pendidikan tinggi
dimana ia berada, sehingga pelaku bisa melenggang bebas dan lulus dari lembaga
pendidikan tinggi tersebut. Alma dan Ratih juga mengalami hal serupa,
perbedaannya adalah pelaku pelecehan seksual pada Alma dan Ratih dilakukan oleh
oknum dosen yang masih dan dapat melenggang bebas beraktifitas di kampus
berlabel Islam tersebut.
Kasus-kasus kekerasan atau pelecehan seksual memang sulit untuk
diungkapkan oleh korban, karena stigma bahwa seseorang yang mengalami hal itu
merupakan aib yang tidak boleh di blow up ke publik masih sangat melekat
kuat di masyarakat kita. Sehingga untuk mengungkapkan kasus tersebut
membutuhkan kesiapan mental juga membutuhkan dukungan dari lingkungan dimana ia
tinggal. Tetapi sayangnya, pelaku sama sekali tidak merasa terbebani dengan apa
yang sudah dilakukannya, pasalnya pelaku yang merupakan laki-laki tidak akan
merasa bahwa apa yang sudah dilakukannya merupakan satu hal yang dapat
mencoreng nama baik korban. Mengapa demikian, karena korban dalam hal ini
adalah perempuan selalu memiliki beban sosial dan mendapatkan pelabelan
negatif, sehingga perempuan yang akan selalu berada di posisi salah atau
dianggap perempuan gampangan di kehidupan sosialnya.
Seharusnya, pelaku yang merupakan seorang dosen dapat memberikan
pencerahan dan perbaikan di lingkungan tempatnya berada. Karena ia tentu dipandang
memiliki pengetahuan yang baik dan beradab. Bahkan sebagaimana yang dilansir
dari tirto.id, salah satu korban menuturkan bahwa dirinya merasa bangga dapat
berhubungan dekat dengan oknum dosen tersebut karena dianggapnya ia adalah
dosen yang mengagumkan, baik, dan cerdas. Tetapi, kecerdasan dan statusnya
sebagai dosen malah menambah daftar panjang kejahatan manusia dalam bentuk
pelecehan seksual. Ckckck, sepertinya pak Dosen harus banyak belajar kembali mengenai
bagaimana cara menghormati dan memperlakukan perempuan, siapapun itu, baik
perempuan sebagai istrinya atau perempuan sebagai mahasiswanya.
Jika kita menilik kembali jalan panjang perjuangan penghapusan
kekerasan terhadap perempuan sejak zaman Jahiliyah hingga kedatangan Islam,
sepertinya peradaban manusia kembali
mundur sangat jauh ke belakang. Bagaimana tidak? Praktik-praktik pelecehan
terhadap perempuan kembali marak terjadi, bahkan dilakukan oleh seorang yang
dianggap memiliki pendidikan yang tinggi. Padahal, semangat untuk menghapuskan
kekerasan terhadap perempuan sudah didakwahkan sejak awal mula kedatangan Islam
oleh Rasulullah Saw yang dianggap tidak dapat membaca dan menulis. Ditambah,
hari ini banyak orang yang sudah menyadari betapa pentingnya perjuangan-perjuangan penghapusan segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan masuk kedalam agenda kemanusiaan. salah
satu upayanya yaitu melalui RUU Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan
kampanye-kampanye lain yang serupa.
Tentu awal mula kedatangan Islam, banyak nilai-nilai dan
praktik-praktik yang justru memutar balikkan posisi perempuan menjadi lebih
baik. Misalnya, ketika zaman jahiliyah bayi perempuan dikubur hidup-hidup,
perempuan tidak mendapatkan warisan bahkan dijadikan suatu barang yang dapat
diwariskan oleh keluarganya, dan perempuan dinikahi tanpa batasan yang jelas,
sehingga para laki-laki memiliki istri yang jumlahnya tidak terbatas.
Ketika Islam datang membawa semangat kemanusiaan dan kesetaraan,
perempuan yang tadinya dianggap bukan manusia dan dianiaya, berkat Islam ia
menjadi mulia. Semula dijadikan barang warisan, ia bahkan mendapat warisan.
Semula dipandang sebelah mata, bahkan malah surga berada di telapak kakinya.
Juga diperbolehkan mengambil peran dalam peran-peran sosial yang luas dan
sangat bermanfaat untuk kemajuan masyarakat pada saat itu. misalnya, Sayyidah
Khadijah yang merupakan seorang pebisnis ulung, kemudian Sayyidah ‘Aisyah
yang menjadi perawi hadis perempuan terbanyak, dan banyak lagi
perempuan-perempuan di zaman awal Islam yang memiliki peran di sektor publik.
Sementara, jika semangat kesetaraan dan memuliakan perempuan sudah
digaungkan sejak abad ke-7 M, mengapa di abad ke-21 M ini sisa-sisa peradaban
jahiliyah masih juga tersisa? Misalnya kasus pelecehan oleh oknum dosen di UIN
Malang ini dan kasus-kasus pelecehan lainnya di Perguruan Tinggi lainnya. Tidakkah
kita sama-sama berpikir untuk membangun peradaban manusia yang lebih baik?
Bukan malah kembali mempraktikkan kebodohan-kebodohan yang dilakukan di zaman
jahiliyah.
Jangankan kembali mengubur bayi perempuan, melakukan catcalling pun
tidak boleh. Jangankan bertindak sewenang-wenang, melakukan pelecehan seksual
saja tidak boleh. Jangankan menjadikan perempuan sebagai komoditas yang dapat
diwariskan kembali, melakukan kekerasan saja tidak boleh. Apakah pesan-pesan
ini tidak sampai hingga ke dalam pikiran cerdas Bapak Dosen yang terhormat itu?
jika dilihat dari perilakunya yang suka modus-modus mendekati adik-adik maba,
sepertinya pesan-pesan memuliakan prempuan tidak sampai ke nalar bapak dosen
itu. huft.
Wahai Bapak Dosen yang cerdas, saran saya, bapak harus kembali
membaca Nasihat-nasihat dan perjuangan Rasulullah Saw. dalam memperjuangkan
kemuliaan untuk kaum perempuan. Sekiranya saya boleh mengingatkan juga bahwa ada salah satu
hadis yang sering diulang-ulang sebagai bentuk dukungan Rasulullah Saw. atas
penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yaitu "tidak akan
memuliakan seorang perempuan kecuali orang yang mulia, dan tidak akan menghinakan
seseorang perempuan kecuali orang yang hina.
Setidaknya, pesan yang ingin disampaikan hadis tersebut kepada seluruh
manusia di muka bumi ini yaitu, mari menjadi orang-orang mulia yang memuliakan
perempuan. Jangan berbuat kekerasan, pelecehan seksual, berlaku sewenang-wenang,
dan lain-lain kepada perempuan. Hanya orang-orang yang menghinakan dirinya
sendiri yang melakukan perilaku hina terhadap perempuan. Begitu ya, Pak Dosen.

Komentar
Posting Komentar